Rabu, 06 Mei 2009

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan kualitas calon sarjana kehutanan akan senantiasa señalan dengan meningkatnya pemahaman mahasiswa terhadap berbagai teori kehutanan yang telah didapatkan dibangku kuliah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk itu adalah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengamati, menganalisa dan mempraktekkan secara langsung kegiatan pengelolaan hutan di lapangan.
Pengelolaan hutan tanaman khususnya di pulau sumatera dikelola oleh perusahaan – perusahaan swasta yang berbeda, akan tetapi di pulau jawa, pengelolaannya dilakukan oleh satu perusahaan BUMN yaitu Perum Perhutani. Pada garis besarnya, terdapat perbedaan dalam permasalahan pengelolaan hutan di jawa dan di luar jawa, baik yang mencakup aspek – aspek manajemen hutan, teknologi hasil hutan maupun konservasi sumber daya hutannya.
Berdasarkan hal tersebut, dalam rangka peningkatan pemahaman calon sarjana kehutanan terhadap teori dan permasalahan kehutanan secara menyeluruh, serta untuk memperluas wawasan berpikir mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning, maka kepada mahasiswa diwajibkan melaksanakan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di Perum Perhutani letaknya di wilayah Jawa barat yaitu Bandung Utara.










1.2 Tujuan Kegiatan PUPH
Tujuan kegiatan Praktek Umum Pengelolaan Hutan di Perum Perhutani ini adalah agar mahasiswa :
1. Mengenal dan memahami kegiatan pengelolaan hutan di Perum Perhutani secara menyeluruh, seperti : Perencanaan, Pembinaan Hutan, Pemanenan Hasil Hutan, Penyaradan dan Pengangkutan, Pengelolaan hasil, Pemasaran, Administrasi / Tata Usaha Kayu dan Hasil Hutan lainnya serta Perlindungan Hutan.
2. Meningkatkan kemampuan dalam mengambil kesimpulan / keputusan secara ilmiah terhadap permasalahan yang terdapat di lapangan berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku.
3. Menumbuhkan etos kerja didalam lingkungan kehutanan dan kehidupan rimbawan.

















II. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK

Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten adalah sebuah BUMN yang diberi hak oleh pemerintah untuk mengelola kawasan hutan di Propinsi Jawa Barat dan Banten berdasar Prinsip Perusahaan dan sebagai Perusahaan
Umum (Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 2003). Salah satu bagian di dalamnya adalah KPH Bandung Utara yang wilayah pengelolaannya meliputi kawasan hutan di wilayah Bandung bagian utara. KPH Bandung Utara dalam pengelolaannya terbagi menjadi 4 BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) yaitu BKPH Cisalak, BKPH Padalarang, BKPH Lembang dan BKPH Manglayang Barat.

Perum Perhutani adalah sebuah perusahaan yang memiliki sifat untuk dapat memberikan manfaat bagi masyarakat / rakyat sekaligus memiliki sifat sebagai perusahaan yang beraktifitas untuk mendapatkan keuntungan.

Pada masa sebelum tahun 2003, pengelolaan kawasan hutan di KPH Bandung Utara hanya memprioritaskan pada fungsi ekologi, dengan pendekatan cenderung berorientasi pada sektor keamanan sedangkan interaksi masyarakat terhadap hutan masih lemah. Pendekatan tersebut tidak mampu melindungi kelestarian fungsi hutan, dimana seiring dengan menurunnya tingkat perekonomian masyarakat terjadi perambahan hutan dimana-mana. Oleh sebab itu pengelolaan kawasan hutan selanjutnya harus memperhatikan aspek ekonomi dan aspek sosial selain aspek ekologi.

a. Letak Geografis
KPH Bandung Utara terletak di wilayah Kawasan Bandung Utara, secara Geografis Kawasan Hutannya dibatasi oleh :
1. Bagian Utara : Berbatasan dengan wilayah kerja KPH Purwakarta
2. Bagian Timur : Berbatasan dengan wilayah kerja KPH Sumedang
3. Bagian Selatan : Berbatasan dengan wilayah kerja KPH Garut dan KPH Bandung Selatan
4. Bagian Barat : Berbatasan dengan wilayah kerja KPH Bandung Selatan dan KPH Cianjur

b. Kondisi Tanah
Keseluruhan wilayah KPH Bandung Utara merupakan daerah perbukitan dan pegunungan (Pegunungan berapi/ vulkanik). Sedangkan jenis tanah menurut peta tanah tinjauan Propinsi Jawa Barat tahun 1966 yang telah diperbaharui oleh Seksi Pengukuran dan Perpetaan Biro Perencanaan Unit III Jawa Barat tanggal 19 Juni 1994, jenis tanah kawasan KP Pinus Bandung Utara sebagai berikut :

a. Wilayah Bagian Hutan Gn. Sanggarah :
 Komplek Regosol kelabu dan Litosol, Andosol coklat, terdapat di Kolompok Hutan Gn. Tangkuban Perahu.
 Asosiasi Andosol coklat dan Regosol coklat terdapat di Kelompok Hutan : Tangkuban Perahu, Burangrang Selatan, Burangrang Utara
 Latosol coklat terdapat di Kelompok Hutan : Gn.Sususru, GN.Sarengseng, Pasir Keraton, Haur Seah, Sela Gombong
b. Wilayah Bagian Hutan Gn. Karamat :
 Kelompok Regosol kelabu terdapat di Kelompok Hutan Gn.Salak
 Regosol coklat kemerahan terdapat di Kelompok Hutan : Bukanagara dan Cangak kadaka
 Asosiasi Andosol coklat dan Regosol coklat terdapat di Kelompok Hutan : Bukanagara, Cangak kadaka, Manglayang/ Pulosari, dan Bukit Tunggul

c. Iklim
Wilayah hutan KPH Bandung Utara terletak pada suatu daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas, pada beberapa tempat disekitar wilayah hutan terdapat beberapa Stasiun Penakar Hujan. Dari data stasiun tersebut dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab dan bulan kering.
Menurut Schmidt & Ferguson type iklim pada wilayah KP. Pinus KPH Bandung Utara termasuk ke dalam iklim type C dengan curah hujan berkisar 1.800 mm – 3.000 mm per tahun.

d. Tanah dan Tegakan
Pada umumnya jenis tanah menurut peta De Jongh dan Monh merupakan
tanah campuran dari bahan yang sudah hancur dengan merjel (tanah liat
krawang), mempunyai kesarangan tanah yang sedang samapai baik, kecuali
tanah-tanah bekas, tanah garapan, tumpang sari yang pada akhirnya turun
SK Gebernur Nomor : 522 Tahun 2002 tentang pelarangan tumpang sari di
lahan Perhutani di Hutan lindung. Tegakan hutan sebagian besar masih
merupakan hutan alam sekunder, sebagian peninggalan dari kawasan hutan
partikelir Pamanukan – Ciasem yang antara lain terdiri dari jenis kayu, Huru,
Jamuju, Saninten, Puspa, kihiur, Riung Anak, Tunggeurek dan lain-lain.

e. Administratif Pemerintahan
Kawasan hutan yang berada dalam pengelolaan Perum Perhutani KPH Bandung Utara berada di Wilayah Administrasi Pemerintahan Propinsi Jawa Barat dan terbagi dalam 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung (seluas 12.636,93 ha), Kabupaten Daerah Tingkat II Purwakarta (seluas 365,36 ha) dan Kabupaten Daerah Tingkat II Subang (seluas 7.528,07 ha).











III. KEGIATAN PRAKTEK YANG DILAKSANAKAN

3.1 Hutan Jati

3.1.1 Perencanaan Hutan
Perencanaan Hutan adalah tahap awal dari kegiatan yang merupakan piranti analisa dan strategi sebagai dasar pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan yang berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna serta sekaligus sebagai tolok ukur dengan memperhatikan perkiraan akibat perencanaan terhadap kondisi mendatang. Sistem perencanaan kehutanan adalah tatanan perencanaan yang merupakan keterpaduan berbagai jenis rencana di bidang kehutanan dengan segala kaitannya baik kaitan sektoral maupun kaitan kewilayahan yang saling mendukung, saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga terwujud suatu totalitas yang serasi dan harmonis.
Dilihat dari jenis dan cakupannya, rencana kehutanan Perum Perhutani dapat dibedakan menjadi Rencana Umum Perum Perhutani, Rencana Kelestarian Pengelolaan Hutan dan Rencana Teknik Tahunan.
1. Perpetaan
a. Pengenalan macam-macam peta
Peta yang dibuat dan digunakan dalam pelaksanaan kegiatan sangat bervariasi, baik segi penggunaan peta maupun tujuan peta itu sendiri. Adapun macam-macam peta antara lain :
- peta kelas hutan, skala 1 : 25.000
- peta KPH, skala 1 : 100.000
- peta perusahaan, skala 1 : 10.000
- peta bonita, skala 1 : 25.000
- peta baku, skala 1 : 10.000
- peta letak hutan, skala 1 : 10.000
- peta kelas perusahaan, skala 1 : 100.000 dan 1 : 200.000
- peta geologi, skala 1 : 100.000 dan 1 : 200.000
- peta tanah dan peta detail, skala 1 : 100.000 dan 1 : 200.000
- peta hujan, peta resort polisi hutan dan peta jalan angkutan, skala 1 : 100.000
- peta lapangan, skala 1 : 10.000
b. Identitas dan ciri peta
Identitas dan ciri peta sangat mutlak diperlukan agar mempermudah dalam pelaksanaan kegiatan, misalnya dengan melihat identitas dan ciri peta dapat secara singkat mengetahui dan mengerti isi peta.
Adapun symbol dan singkatan yang dipakai pada peta antara lain : batas hutan, batas anak petak, alur, SA/HW (suaka alam dan hutan wisata), HL (hutan lindung), KU I s/d KU II (kelas umur 1 s/d kelas umur 2), KU III s/d KU IV (kelas umur 3 s/d kelas umur 4), MB (masak tebang), MR (miskin riap), HAP (hutan alam pinus), TJBK (tanaman jati bertumbuhan kurang) dan lain sebagainya.

2. Kelas Hutan
Kawasan Hutan KPH Bandung Utara memiliki Kelas Perusahaan (KP) Pinus dan terbagi menjadi 2 (dua) Bagian Hutan (BH), yaitu Bagian Hutan Gunung Sanggarah dan Bagian Hutan Gunung Karamat.
Tabel 1. Pembagian Kawasan Hutan KPH Bandung Utara menurut Fungsinya

- Berdasarkan penjabaran Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 195/Kpts-II/2003, tanggal 4 Juli 2003 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Jawa Barat, kawasan hutan Bandung Utara sebagian besar telah dijadikan kawasan Hutan Lindung. Sebagai gambaran, luas hutan lindung di KPH Bandung Utara adalah 16.176,15 Ha atau 79 % dari total luas 20.560,36 Ha.

Gambar 1. Diagram Pembagian Fungsi Kawasan Hutan (Sk Menhut No.195/Kpts-II/2003)

- Berdasarkan kriteria Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) dan Blok Perlindungan (Lereng > 25%) serta Blok Pemanfaatan (Lereng ≤ 25%), Kawasan Hutan Lindung KPH Bandung Utara terbagi sebagai berikut :

Tabel 2. Luas Kawasan Lindung KPH Bandung Utara








- Potensi Sumberdaya Hutan
Tabel 3. Kondisi Potensi SDH Berdasar Hasil Audit Tahun 2006
Perum Perhutani KPH Bandung Utara memiliki kawasan hutan dengan Kelas Perusahaan jenis Pinus. Berdasarkan hasil audit SPH III tahun 2006 diketahui bahwa potensi dalam kawasan hutan untuk tegakan jenis Pinus maupun TKL (jati) dan TJKL (rimba camp) sangat di dominasi oleh tanaman muda (KU I dan KU II).
Tabel 4. Kondisi Tegakan Jenis Jati dan Pinus Berdasar Kelas Hutan (KU)

Dari Tabel 4 dapat di lihat bahwa Hutan Produksi KPH Bandung Utara untuk 3 tahun ke depan belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penghasilan perusahaan karena saat ini didominasi oleh tanaman muda. Luas sebaran tegakan pada kelas Umur I (KU I) untuk jenis Jati dan Pinus mendominasi seluas 58% dari total luas 2.780 Ha. Sementara itu sesuai Undang-undang no. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Hutan Lindung tidak dapat diusahakan secara maksimal karena lebih dititik beratkan sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan, sehingga tidak dapat memberikan kontribusi maksimal terhadap penghasilan perusahaan.
3. Pal Batas
Pengamatan Pal batas yang dilakukan di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten khususnya di RPH Cipendeuy ada beberapa macam, diantaranya pal B yang digunakan sebagai batas antara kawasan hutan perum perhutani dengan tanah milik. Pal batas pada umumnya berbentuk bulat, dengan tinggi ± 1 m. Pal batas terbuat dari beton yang dicat warna putih pada bagian atasnya.

Gambar 2. Contoh pal batas B yang ada di RPH Cipenduey
Angka 86 pada gambar diatas menunjukkan no petak, sedangkan tanda panah yang ada menunjukkan arah pal batas selanjutnya.

3.1.2 Pembinaan Hutan
1. Persemaian
Kegiatan pembinaan hutan yang dilaksanakan di RPH Raja Cipenduey adalah pengamatan persemaian. Persemaian yang terdapat di RPH Cipenduey adalah persemaian sementara. System Pengelolaannya dibiayai oleh swadana masyarakat sekitar hutan. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah jenis mahoni dan albizzia.
Persemaian yang ada kurang terawat dengan baik, hal ini disebabkan kurangnya perhatian dari perum sendiri, khususnya dalam hal pendanaan dan pendampingan dilapangan.

2. Kegiatan Tumpang Sari
Di RPH Cipenduey kegiatan tumpang sari tidak dilaksanakan lagi, hal ini disebabkan umur tanaman yang telah mencapai 21 tahun (tanaman tahun 1997), sehingga kegiatan tumpang sari sudah tidak diperbolehkan lagi.

3. Penjarangan
Pada saat kegiatan PUPH dilaksanakan, kegiatan penjarangan telah selesai dilaksanakan. Kegiatan praktek yang dilaksanakan hanya mengamati areal bekas penjarangan, seperti mengamati Pohon tengah dan tonggak sisa penebangan.

Gambar 3. Pohon tengah
Data-data yang terdapat pada pohon tengah antara lain :
- No. Petak
- No. PCP
- Peninggi (P)
- Umur pohon pada saat penjarangan
- Bonita (Bon)
- Banyaknya pohon normal (Nn)
- Banyaknya pohon dalam PCP
- Banyaknya pohon penjarangan normal (Nmn)
- Banyaknya pohon penjarangan dalam PCP (Nmp)
- Jarak antar pohon normal (Jn)
- Jarak antar pohon dalam PCP (Jp)

Penjarangan dilaksanakan pada umur 10 tahun pertama. Kriteria pohon yang dijarangi adalah pohon-pohon yang terkena penyakit, pohon yang kurang baik pertumbuhannya, pohon tertekan, pohon mati dan pohon yang patah atau tumbang (Lihat dilampiran 2 .contoh lembar petak coba penjarangan).

3.1.3 Perlindungan Hutan
Kegiatan perlindungan hutan adalah kegiatan mengamankan hutan baik dari hama penyakit, pencurian kayu maupun penanggulangan kebakaran.
RPH Cipendeuy telah melaksanakan kegiatan perlindungan hutan ini, diantaranya pembuatan pos polter dan pemasangan papan pengumuman.


Gambar 4. Sarana dan prasarana perlindungan hutan

3.1.4 Pemanenan Hasil Hutan
Kegiatan pemanenan hasil hutan yang terdapat di RPH Cipendeuy adalah kegiatan tebangan penjarangan, sedangkan tebangan yang berasal dari target tebangan belum bisa dilaksanakan, ini disebabkan belum adanya tanaman yang mencapai usia masak tebang (akhir daur).




3.1.5 Kehutanan Masyarakat
Kehutanan masyarakat yang berkembang di RPH Cipendeuy adalah penanaman tanaman karet pada areal kritis dan areal – areal yang jenis lain tidak bisa tumbuh di areal tersebut.
System pengelolaan dan penyediaan tenaga kerja diserahkan kepada koperasi masyarakat yang telah bekerjasama dengan pihak perum perhutani dengan system bagi hasil.
Sampai dengan saat kegiatan PUPH dilaksanakan, kebun karet yang dibangun telah menghasilkan dan bisa disadap getah karetnya. Adapun besaran bagi hasil yang disepakati adalah 70 % untuk perhutani, 20 % untuk koperasi dan petani dan 10 % untuk lembaga desa setempat.


Gambar 5. Kebun karet salah satu bentuk hutan kemasyarakatan







3.2 Hutan Pinus

3.2.1 Pembinaan Hutan
a. Pembuatan Anakan Pinus
Di RPH Cisalak jenis persemaian yang ada adalah persemaian non permanent. Bibit pinus berasal dari biji yang yang berasal dari Areal Produksi Benih (APB).
- Pemilihan biji
Biji-biji yang telah dikumpulkan kemudian diberi perlakuan pendahuluan yaitu direndam selama 7 s/d 12 jam dengan air hangat kuku . Kemudian baru dipisahkan antara biji yang terapung dan yang tenggelam. Biji yang baik adalah biji yang tenggelam sedangkan biji yang jelek adalah yang terapung.
- Pembuatan Bak Tabur
Sebelum biji ditabur, perlu dibuat Bak Tabur yang terbuat dari papan yang ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan benih. Di sekelilingnya dialiri air dan kasa nyamuk untuk menghindari semai dari gangguan predator seperti semut, jangkrik dan belalang. Biji disemaikan selama 1 minggu.
Di bagian atas bedeng tabur dengan kedalaman 1 cm dengan jarak larikan 2 cm lalu ditutup dengan pasir steril dan diberi potongan daun pinus diatasnya, hal ini bertujuan agar kelembaban lebih terjaga dan melindungi biji dari terpaan air hujan yang berlebihan.
Sedangkan untuk media digunakan campuran pasir dan tanah yang mengandung miccorhiza dengan perbandingan 6 : 4.
- Penyiraman dilakukan sebanyak dua kali, yakni pada pagi hari dan sore hari dengan menggunakan sprayer.





b. Penyapihan dan Penanaman
Setelah biji yang ditabur berkecambah (kurang lebih 12 hari), baru dilakukan penyapihan. Criteria benih siap sapih adalah benih yang telah berwarna merah pada bagian batangnya. Penyapihan dilaksanakan selama 20 hari di bedeng sapih. Setelah itu dipindahkan ke polybag sampai ketinggian benih mencapai tinggi 25 s/d 30 cm (10 bln) baru dilakukan penanaman dilapangan. Jarak tanam awal adalah 3x3 m.










Gambar 6. Persemaian Pinus












Gambar 7. Struktur Proses Produksi Persemaian Pinus

3.2.2 Pemanenan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu
Kegiatan Pemanenan Hasil Hutan yang dilakukan di RPH Cisalak adalah penyadapan getah pinus. Ada dua macam system penyadapan getah pinus yang diterapkan di Perum Perhutani Unit III yakni sistem Rill dan sistem Kuare , Khusus pada RPH Cisalak, sistem yang dipergunakan adalah sistem Rill dan system Kuare. Sistem ini lebih cocok bila diterapkan di areal hutan lindung sebab tidak banyak merusak pohon pinus sehingga kelestarian pohon pinus bisa terjaga. Sedangkan kelemahannya adalah getah yang dihasilkan lebih sedikit bila dibandingkan dengan sistem kuare.

1. Penyadapan Metode Riil
Kegiatan penyadapan getah pinus dengan sistem rill adalah sebagai berikut :
a. Alat – alat yang digunakan
Alat – alat yang dipergunakan terdiri dari : Pembersih kulit (bark shaver), Mal sadap (blaze frame), Alat pemberi tanda sadapan (marking gauge), alat pembuat saluran tengah (groove cutter), pisau sadap (freshening knife), talang sadap (lips), Mangkuk penampung getah (pats), pengeruk getah, dan bor serta alat penunjang lainnya seperti palu, paku, alat semprot (sprayer) dan ember plastic.











Gambar 8. Alat Sadap Metode Rill

b. Persiapan penyadapan
- Pembersihan lapangan sadapan
Sebelum melakukan penyadapan, lapangan / areal sadapan harus dibersihkan dari perdu dan semak, agar memudahkan para pekerja dan petugas untuk mengadakan pengawasan. Penomoran pohon ditentukan pada ketinggian 200 cm.
- Pembersihan kulit
Pohon yang akan disadap harus dibersihkan kulitnya terlebih dahulu dengan alat pembersih kulit (bark shaver) tanpa melukai kayu. Permukaan kulit yang dibersihkan berukuran 30 x 70 cm pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah dan harus benar – benar rata dan halus tanpa adanya alur kulit.
- Pembuatan pola sadap
Pola sadap dibuat dengan menggunakan mal sadap (blaze frame) pada kulit yang sudah dibersihkan. Selajutnya memberikan tanda sadap dengan alat pemberi tanda sadap (marking gauge). Pola sadap dibuat untuk menetapkan letak saluran tengah dan letak dimana luka sadapan harus dibuat. Sudut antara garis vertical dan garis miring sebesar 40°.

c. Pelaksanaan Penyadapan
- Pembuatan saluran tengah (central grove)
Dalam tahun pertama sadapan, pembuatan saluran tengah dimulai dari bawah menuju keatas. Sedangkan untuk tahun berikutnya pembuatan dimulai dari atas dan ditarik kebawah. Saluran tengah dibuat dengan menggunakan Groove cutter pada bagian tengah pola sadapan. Lebar saluran tengah 10 mm, kedalaman 3 mm dan tinggi 60 cm.
- Pembuatan saluran sadap
Saluran sadap dibuat menggunakan pisau sadap (freshening knife) dimulai dari ujung terbawah saluran tengah mengikuti tanda saluran sadap yang telah dibuat. Kedalaman saluran sadap ± 2 mm dan jarak antar saluran 5 cm.

Gambar 9. Pembuatan saluran getah

- Pemasangan talang sadap
Talang sadap dipasang pada pohon dengan paku, kemudian ditekuk keatas dan bagian tengahnya ditekan dengan menggunakan palu agar masuk kedalam saluran tengah, dengan demikian getah dapat tertampung melalui talang.
- Pemasangan batok penampung
Dibawah talang sadap dipakukan dua buah pasak dari bambu atau kayu untuk dudukan batok penampung getah. Secara berkala batok penampung getah ini harus dinaikkan letaknya supaya tidak terlalu jauh dengan luka sadap yang baru.









Gambar 10. Pemasangan batok penampung
- Perlakuan saluran sadap dengan stimulansia
Untuk meningkatkan produksi getah pinus maka setelah saluran sadap dibuat, stimulansia harus disemprotkan pada saluran sadap. Untuk mendapatkan semprotan yang baik, botol plastik harus dipegang dengan sudut 45° terhadap pohon dan jarak antara ujung penyemprot dengan pohon / saluran sadap ± 15 cm. Dan penyemprotan stimulansia pada setiap luka sadap baru sebanyak ± 1 cc. Pemberian stimulansia disesuaikan dengan kondisi tinggi setempat. Untuk keperluan 1000 ml (1 liter) stimulansia digunakan komposisi sebagai berikut :

Tabel 5. Komposisi Stimulan
Konsentrasi Volume yang diperlukan (ml)
% H2SO4 HNO3 Air

10
15
20
25
30
27
40,5
54
67,5
81
35
52,5
70
87,5
105
938
907
876
845
814

Keterangan : H2SO4 teknis = 97 % (konsentrasi / kepekatan)
Keterangan : HNO3 teknis = 97 % (konsentrasi / kepekatan)
- Peludangan getah dan pembersihan dari saluran getah
Mangkok/tempurung diambil dan getah dituangkan dalam ember plastik. Getah yang masih melekat pada mangkok atau tempurung harus dibersihkan dengan bantuan pengeruk getah (pat scraper)
Pada setiap perludangan getah, saluran tengah harus dibersihkan dengan pembersihan saluran tengah (groove cleaner), untuk mencegah penumpukan getah pada saluran.
- Frekuensi pembaharuan sadapan
Pembaharuan sadapan dilaksanakan 6 hari sekali.














Gambar 11. Penyadapan Getah Pinus dengan Metode Rill

d. Pelaksanaan Penyadapan Tahun berikutnya
Untuk penyadapan sadapan tahun berikutnya dimulai dari ujung atas saluran tengah tahun sebelumnya dan semua langkah yang yang dikerjakan pada tahun sebelumnya diulangi lagi, dengan mal sadap 20 x 65 cm.
Apabila sadapan telah mencapai pada ketinggian 180 cm, maka sadapan selanjutnya harus dialihkan mulai dari bawah lagi dengan jarak 5 cm (dari bidang sadap) disamping sadapan pertama dan seterusnya.

2. Penyadapan Pinus Metode Kuare
Kegiatan penyadapan getah pinus dengan sistem rill adalah sebagai berikut :
a. Alat – alat yang digunakan
Alat – alat yang digunakan adalah : petel sadap/kadukul, keruk setal, parang, talang seng, tempurung, kaleng/drum pengutan getah, batu pengasah, minyak tanah, penutup tempurung, paku.
b. Persiapan Penyadapan
- Pembersihan Lapangan sadapan
Sebelum dilakukan penyadapan lapangan / areal sadapan harus dibersihkan dari perdu dan semak-semak, agar sinar matahari dapat langsung menyinari pohon pinus dan memudahkan para pekerja dan petugas untuk melaksanakan pengawasan.

c. Pembersihan Kulit Pohon Pinus
- Pada bagian batang yang akan di sadap kulitnya harus dibersihkan / dikerok setebal 3 mm, lebar 15 cm dan tinggi 60 cm.

d. Pembuatan Rencana Kuare / Mal Sadap
- Bagan kuare (mal sadap) dibuat tepat di tengah-tengah pohon dengan
ukuran lebar 6 cm, tinggi 60 cm dan kedalaman 1,5 cm dengan alat
berbentuk garpu melengkung dengan dua dua sisi tajam dengan
permukaan permulaan setinggi 20 cm dari tanah, kemudian baru
disemprot CAS.

e. Pemasangan talang dan tempurung.
- Talang dipasang menempel pada bagian batas bawah kuare dengan
menggunakan paku dan kayu sebagai talamgnya.

f. Sadapan lanjutan
Sadapan lanjutan harus dilakukan tepat waktu denganketentuan yaitu : 3 hari
sekali bila tidak menggunakan CAS dan 5 hari sekali bila menggunakan
CAS.








3.2.3 Kehutanan Masyarakat
Kegiatan kehutanan masyarakat yang ada di RPH Cisalak adalah penanaman kopi disela sela pohon pinus dengan sistem banjar harian. Mengingat masa panen kopi yang membutuhkan waktu yang lama, maka masyarakat sekitar hutan mensiasatinya dengan menanam buah-buahan cepat berbuah seperti pisang, alpukat, sayur-sayuran dan lain-lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, pihak perhutani juga bekerjasama dengan koperasi masyarakat untuk penyiapan tenaga kerja penyadapan getah pinus.


Gambar 12. Tanaman kopi disela pohon pinus









3.3 Industri Hasil Hutan
3.3.1 Keadaan Umum Pabrik
Kegiatan penyadapan getah Pinus yang merupakan kegiatan ekploitasi non kayu di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat sudah mulai dilaksanakan sekitar 25 tahun yang lalu. Pada awal-awalnya getah Pinus yang diproduksi dikirim dan diolah oleh PT.Maruha Karya Sari (PT.MKS) yang merupakan perusahaan swasta sehingga sifatnya merupakan bentuk kerjasama pengolahan.
Melihat potensi hutan Pinus di Jawa Barat waktu itu, maka pada tanggal 27 Agustus 1991 didirikan Pabrik Gondorukem dan Terpentin Sindangwangi berlokasi di Desa Nagreg Kecamatan Nagreg, Kab. Bandung yang diresmikan oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Lokasi dapat dilihat pada peta berikut :

Gambar 13. Peta PGT Sindangwangi
PGT.Sindangwangi tersebut dibangun untuk menampung dan mengolah produksi getah Pinus dari 12 (dua belas) KPH yaitu :
1. KPH Bogor 7. KPH Garut
2. KPH Sukabumi 8. KPH Tasikmalaya
3. KPH Cianjur 9. KPH Ciamis
4. KPH Purwakarta 10. KPH Kuningan
5. KPH Bandung Utara 11. KPH Majalengka
6. KPH Bandung Selatan 12. KPH Sumedang

Secara garis garis besar instalasi PGT.Sindangwangi terdiri dari beberapa komponen antara lain : sumber tenaga listrik (PLN & Genset), sumber pemanas/tenaga uap (mesin boiler) dan instalasi proses produksi (bak getah, tangki melter, tangki settler, tangki washer, tangki penampung, tangki ketel pemasak, tangki terpentik,instalasi IPAL)
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) pada PGT.Sindangwangi telah dilaksanakan sesuai dengan SOP (Standard Operasional Prosedur) dimana air limbah yang keluar dari proses produksi telah benar-benar tidak akan mengakibatkan pencemaran lingkungan disekitar PGT.Sindangwangi, sehingga tetap menjaga kebersihan lingkungan.
PGT.Sindangwangi memiliki kapasitas masak + 10.000 ton getah/tahun. Selama berdirinya sampai 13 tahun hanya pada tahun 1994 pernah mencapai kapasitas produksinya. Tidak tercapainya kapasitas produksi tersebut disebabkan karena berbagai kesulitan/kendala dalam pelaksanaan pemungutan getah di lapangan (tenaga kerja, topografi, curah hujan dll.)


Gambar 14. Pelaksanaan Mutu ISO 9001 = 2000 di PGT SindangWangi



Dalam perkembangannya, karena adanya persaingan pasar dunia maka pada tahun 1998 Perum Perhutani Unit III mulai membangun System Management Mutu yang mengacu pada SMM ISO 9002, pada bulan Juni tahun 2000 telah dinyatakan LULUS dan berhak atas sertifikat ISO 9002 : 1994 dari MALQA (Afiliasi TRADA-UNITED KINGDOM).
Selanjutnya pada tanggal 30 April 2004 Sertifikasi ISO untuk PGT.Sindangwangi berhasil meraih Sertifat ISO 9001:2000 dari MALQA (Afiliasi TRADA – UNITED KINGDOM) sebagai peningkatan dari versi sebelumnya.
Dengan keberhasilan PGT.Sindangwangi meraih sukses implementasi ISO merupakan tantangan positif Perum Perhutani Khususnya KBM Industri untuk selalu berusaha meningkatkan produktifitas sehingga mampu bersaing dengan pabrik-pabrik penghasil gondorukem dari pasar dunia.

3.3.2 Prosedur pengolahan getah pinus
Getah pinus yang berasal dari 12 KPH yang tersebar di seluruh wilayah jawa barat diterima di PGT Sindang Wangi. Kemudian dilakukan pengujian be rupa berat, kadar air dan kotoran.

Gambar 15. Gudang Penerimaan Getah dari 12 KPH

Gambar 16. Pengujian Getah Pinus
Setelah lulus tes tersebut, getah pinus kemudian masuk dan ditumpahkan ke Bak Getah.

Gambar 17. Bak Getah
Jaring-jaring yang terdapat dipermukaan Bak Getah diatas berfungsi sebagai penyaring awal kotoran terutama kotoran –kotoran yang berukuran besar yang terdapat pada getah pinus.

Secara garis besar, proses pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

Gambar 18. Alur Pengolahan Getah Pinus

Getah yang telah masuk di Bak Getah kemudian dialirkan ke Melter. Pada bagian ini, getah pinus diencerkan dengan mencampur getah pinus dengan terpentin sebanyak 1000 liter dan dipanaskan dengan suhu 180 ‘ c.

Gambar 19. Melter
Getah pinus yang telah cair kemudian dialirkan menuju Settler yang berfungsi untuk menampung getah pinus yang telah encer hasil pemrosesan getah pinus yang terjadi di Melter.

Gambar 20. Settler

Kegiatan selanjutnya adalah pencucian getah pinus yang dilakukan di Tangki Pencuci (Washer). Di tangki pencuci ini getah pinus dicuci untuk memisahkan gteh pinus dengan kotoran yang berukuran kecil yang masih terdapat pada getah pinus. Setelah kegiatan pencucian selesai, kemudian getah pinus ditampung kedalam tangki-tangki penampung

Gambar 21. Washer
Dari tangki penampung, getah dialirkan ke tangki pemasak untuk dimasak selama 24 jam untuk menghasilkan gondorukem dan terpentin. Terpentin terbentuk dari hasil penguapan yang terjadi selama proses memasak getah pinus. Uap yang dihasilkan tersebut dialirkan ke tangki pendingin (Condensor) dan berubah menjadi cairan yang kemudian dipisahkan antara cairan terpentin dan air yang dilakukan di tangki Separator. Setelah itu, terpentin yang telah terpisah dari air ditampung kedalam tangki-tangki persediaan terpentin.

Gambar 22. Tangki Pemasak dan Separator
Untuk proses Gondorukem sendiri langsung dialirkan kedalam kemasan-kemasan khusus gondorukem yang telah disiapkan sambil dilakukan pengujian untuk menentukan mutu gondorukem yang dihasilkan.

Gambar 23. Penampungan Gondorukem dan Pengujian Gondorukem

3.3.3 Pengolahan Limbah
Limbah hasil pengolahan getah pinus menjadi gondo rukem telah diolah dengan sistem IPAL. IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) pada PGT.Sindangwangi telah dilaksanakan sesuai dengan SOP (Standard Operasional Prosedur) dimana air limbah yang keluar dari proses produksi telah benar-benar tidak akan mengakibatkan pencemaran lingkungan disekitar PGT.Sindangwangi, sehingga tetap menjaga kebersihan lingkungan.
Limbah hasil pengolahan tersebut ada yang masih bisa diolah kembali dan ada yang tidak. Limbah yang masih bisa diolah dialirkan kembali dan mengalami proses seperti diatas, tetapi limbah yang tidak bisa diolah akan langsung dibuang kesaluran-saluran pembuangan yang telah dibuat.


Gambar 24. Bak Pengolahan Limbah Getah Pinus

3.3.4 Pemasaran Produk Gonorukem & Terpentin


Gambar 25. Alat Transprotasi Pengangkutan Gondorukem dan Terpentin

Gambar 26. Proses Pemasaran
Produk gondorukem dan terpentin PGT Sindangwangi di Ekspor ke berbagai penjuru dunia seperti : Singapura, Jepang, India, USA, Kanada, Spanyol, Nigeria, dll. Produk tersebut diolah lagi sebagai bahan industri untuk pembuatan kertas, sabun, tekstil, tinta cetak, bahan isolasi listrik, lem, dll.













IV. PERMASALAHAN DAN PEMECAHAN MASALAH

4.1 Hutan Jati

4.1.1 Permasalahan di Lapangan
Permasalahan yang dijumpai dilapangan antara lain :
- Sarana dan prasarana yang sangat minim dan kurang lengkap, seperti pos keamanan yang kurang terawat, kendaraan patroli yang tidak ada, sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran hutan.
- Tidak tersedianya persemaian yang permanen di RPH Cipendeuy
- Pencurian kayu jati oleh oknum masyarakat
- Keterbatasan tenaga pengamanan hutan yang terdapat di RPH Cipendeuy.
- Kegiatan kehutanan masyarakat yang berkembang hanya berupa pembangunan kebun karet.
- Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di daerah RPH Cipendeuy menimbulkan polusi udara dan tanah.

4.1.2 Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah yang telah dan akan dilakukan antara lain :
- Rencana pembangunan Sarana dan Prasarana, seperti pos keamanan yang kurang terawat, kendaraan patroli yang tidak ada, sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran hutan.
- Masyarakat sekitar hutan membangun persemaian dengan swadaya dan swadana untuk menunjang kegiatan Perum perhutani dan dapat menambah penghasilan masyarakat
- Kegiatan penyuluhan dan patroli digalakkan demi terjaganya keamanan dari para oknum masyarakat, selain itu juga diciptakan lapangan pekerjaan berupa penyediaan lahan bagi masyarakat untuk bertani dan bersawah demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
- Perum Perhutani berencana menambah personil tenaga pengamanan hutan yang terdapat di RPH Cipendeuy .
4.2 Hutan Pinus
4.2.1 Permasalahan di Lapangan
Permasalahan yang dijumpai dilapangan antara lain :
- Wilayah RPH Cisalak yang sebagian besar berupa pegunungan dengan ketinggian diatas 1300 m diatas permukaan laut yang rawan terjadinya tanah longsor.
- Tidak tersedianya persemaian yang permanen di RPH Cisalak
- Pencurian kayu pinus oleh oknum masyarakat untuk bahan bakar.
- Keterbatasan tenaga pengamanan hutan yang terdapat di RPH Cisalak.
- Kegiatan kehutanan masyarakat yang dikembangkan berupa penanaman kopi baru dilaksanakan, sehingga butuh waktu yang cukup lama untuk kopi tersebut berbuah dan dapat di panen. Pihak perhutani kesulitan untuk mencari bagaimana jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama menunggu masa panen buah kopi.
- Getah pinus yang dihasilkan oleh RPH Cisalak mengandung kadar air yang paling tinggi bila dibandingkan dengan RPH diwilayah lain.
- Keterbatasan tenaga pengamanan hutan.
4.2.2 Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah yang telah dan akan dilakukan antara lain :
- Saat ini wilayah RPH Cisalak telah ditetapkan sebagai hutan lindung, sehingga kegiatan berupa eksploitasi hasil hutan hanya boleh dilakukan pada pemanenan getah pinus dengan sistem Rill yang terbukti mengurangi kerusakan pohon pinus.
- Kegiatan penyuluhan dan patroli digalakkan demi terjaganya keamanan dari para oknum masyarakat, selain itu juga disediakan lahan bagi masyarakat untuk bertani dan bersawah demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
- Sampai dengan saat ini, RPH Cisalak masih melakukan penelitian guna mencari cara untuk mengurangi kadar air yang sangat tinggi yang dikandung getah pinus yang berasal dari RPH Cisalak .



4.3 Industri Hasil Hutan

4.3.1 Permasalahan di Lapangan
Permasalahan yang dijumpai dilapangan antara lain :
- Bahan baku getah pinus yang diterima oleh PGT Sindang wangi mengandung kotoran dan kadar air yang sangat tinggi.
- Pasar gondorukem yang sangat terbatas dan tidak banyak tersedia baik didalam negeri maupun diluar negeri.
- Mutu gondorukem yang dihasilkan oleh PGT Sindang wangi terbatas hanya mutu ww, hal ini disebabkan permintaan pasar yang menghendaki mutu tersebut.

4.3.2 Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah yang telah dan akan dilakukan antara lain :
- Adanya pemotongan berat getah pinus yang diterima dari pemasok getah. Ini untuk mengurangi kerugian yang diderita PGT Sindangwangi.
- Sampai dengan saat PUPH dilaksanakan, masalah pasar gondorukem ini masih dicari jalan keluarnya.
- PGT Sindang wangi sebenarnya bisa menghasilkan mutu gondorukem sampai dengan mutu xx, namun karena pasar banyak yang menghendaki mutu gondorukem sampai dengan mutu ww maka pabrik lebih banyak memproduksi godorukem sampai dengan mutu ww guna memenuhi permintaan pasar.








V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Kegiatan PUPH dilaksanakan di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten tepatnya di KPH Bandung utara. Untuk hutan jati PUPH dilaksanakan di RPH Cipendeuy termasuk dalam wilayah BKPH Padalarang, sedangkan untuk hutan pinus dilaksanakan di RPH Gunung Kramat yang termasuk kedalam wilayah BKPH Cisalak. Untuk kunjungan ke industri dilaksanakan di PGT Sindangwangi.
2. Kegiatan praktek pada hutan jati yang dilaksanakan yakni kegiatan Pembinaan hutan, Perlindungan hutan dan hutan kemasyarakatan. Kegiatan pemanenan hasil hutan baik berupa penjarangan ataupun penebangan terget tebangan tidak bisa dilaksanakan karena kegiatan penjarangan telah selesai dilaksanakan, sedangkan untuk penebangan target tebangan belum bisa dilaksanakan disebabkan belum ada jati yang berumur KU IV keatas.
3. Kegiatan praktek pada hutan pinus yang dilaksanakan yakni kegiatan pembinaan hutan, pembinaan hutan, pemanenan hasil hutan dan hutan kemasyarakatan. Kegiatan penyadapan getah pinus merupakan kegiatan unggulan dari Perum Perhutani Unit III, sehingga kegiatan praktek lebih dititik beratkan pada kegiatan ini.
4. kegiatan praktek pada industri hasil hutan yang dilaksanakan yakni pengamatan proses pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin.
B. Saran
Pemilihan waktu kegiatan PUPH sebaiknya disesuaikan dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani Unit III sehingga seluruh kegiatan praktek pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh perum perhutani dapat dilaksanakan seluruhnya.

Tidak ada komentar: